Yenny Wahid dan AHY: Dua Bintang Lulusan Harvard yang “Terlempar” Dari Kabinet Jokowi

Ada kutipan menarik dari Socrates yang sering dipakai dalam diskusi politik, “Aku sesungguhnya seorang pria yang terlalu jujur untuk menjadi seorang politisi dan hidup”, artinya, kalau menjadi seorang politisi, harus berani tidak jujur, atau sebaliknya, siap dibohongi oleh kawan maupun lawan.

Dalam politik, hitung-hitungan yang dipakai adalah kalkulasi rasional untung dan rugi. Atur strategi untuk mendapatkan jabatan bahkan berebut jabatan adalah langkah wajar dalam politik. Bahkan, melakukan cara kotor dengan menghalangi orang lain, kawan maupun lawan yang potensial adalah hal lumrah, meskipun dari sisi etika tidak pantas dilakukan. Tapi, kembali ke kutipan dari Socrates di atas, lebih banyak orang pandai berbohong dalam politik. Politisi yang jujur tentu ada, meski seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami untuk menemukannya.

Nah, ada banyak kejutan dan menarik yang dapat dikaji dari susunan menteri-menteri Jokowi yang sudah dilantik bahkan sudah berkantor itu. Salah satu kejutan itu adalah tidak masuknya beberapa nama beken yang dianggap publik layak menjadi menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf. Di antara ama-nama yang tidak masuk itu adalah Yeni Wahid (YW) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ada nama-nama lain yang juga menarik untuk didiskusikan, tapi kali ini penulis akan fokus kepada dua nama ini.

Kenapa YW yang jelas-jelas memberi dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf tidak masuk kabinet? Kenapa juga AHY, yang partainya sudah menyatakan siap bergabung dengan pemerintah, tidak masuk di kabinet Jokowi? Untuk menjawabnya, penulis memberikan penjelasan sebagai berikut;

Kenapa Yenny Wahid Tidak Masuk Kabinet? 

Dalam beberapa hari sebelum pengumuman menteri Jokowi, YW santer diberitakan akan masuk dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf. Kenapa ada berita demikian, tentu karena YW secara resmi memberi dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf dalam pilpres 2019 itu. Dukungan YW pada pasangan Jokowi-Ma’ruf tidak bisa dianggap remeh, karena YW, selain latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang memang layak untuk menjadi menteri, YW adalah putra dari Gus Dur dan cicit dari KH. Hasyim Asy’ari, salah satu pendiri NU yang sangat dihormati di kalangan warga Nahdliyin.

YW pernah menjadi wartawan dan kontributor untuk The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne). YW sekarag aktif memimpin The Wahid Institute, sebuah lembaga nir-laba yang bergerak di bidang Hak-Hak Azasi Manusia dan kerukunan ummat beragama. YW juga mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup bagus, jurusan Psikologi di Universitas Indonesia, jurusan visual Universitas Tri Sakti dan jurusan Administrasi Publik di Kennedy School of Government, Harvard University, Boston.

Pertanyaannya kemudian, masih kurangkah dukungan yang telah diberikannya oleh YW dalam memenangkan Jokowi-Ma’ruf dan kurang layakkah rekam jejak dan latar belakang pekerjaan dan pendidikan YW untuk menjadi menteri Jokowi? Mayoritas masyarakat tentu akan memberi jawaban YW sangat layak untuk menjadi eksekutor ide-ide Jokowi-Ma’ruf di salah satu pos menteri Jokowi.  Lantas, kenapa kemudian YW terdepak dari calon kabinet Jokowi-Ma’ruf?

Kenapa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Tidak Masuk Kabinet?

Tidak jauh berbeda dengan YW, AHY juga layak menjadi menteri Jokowi. Lihat saja latar belakang pendidika dan karirnya di militer. AHY lulus Akademi Militer (AKMIL) sebagai lulusan terbaik tahun 2000. Ia memperoleh dua gelar master dari NTU Singapura dan Universitas Harvard, Amerika. Selain itu, AHY mempunyai karir kemiliteran yang cemerlang meski kemudian mengajukan pensiun dini dengan pangkat terakhir Mayor.

Meski berbeda dengan YW dari sisi “memberikan” dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf pada pilpres 2019, AHY dan Partai Demokrat (PD) tidak mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf . AHY dan PD justru mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Akan tetapi, berbeda dengan YW yang tidak berlatar belakang partai politik, AHY mempunyai kesempatan untuk masuk dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf melalui jalur koalisi parlemen dari PD untuk masuk ke barisan partai-partai pendukung Jokowi-Ma’ruf. 

Ketua PD, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah bertemu dengan Jokowi dan memberikan sinyal positif untuk bergabung dengan pemenang pilpres Jokowi-Ma’ruf. Jokowi pun  demikian, tidak keberatan dan memberi tanda menerima PD untuk bergabung. Namun, akhirnya, AHY dan kader partai lainnya tidak ada yang masuk di kabinet Jokowi-Ma’ruf.

Kenapa YW dan AHY “terlempar”?

Kenapa YW dan AHY terlempar dari calon menteri Jokowi, padahal dua anak muda ini mempunyai kemampuan yang sangat meyakinkan untuk menjadi pembantu Jokowi-Ma’ruf? Berikut jawabannya,

YW dan AHY adalah sosok aktivis dan politisi muda yang cerdas dan enerjik dengan masa depan politik yang cerah karena mempunyai rekam jejak, prestasi dan pendidikan yang mentereng. Mereka juga aktivis dan politisi muda “berdarah biru” yang masing-masing mempunyai pengikut kuat dan fanatik. Apalagi, keduanya adalah putri dan putra dari Presiden RI ke 4 dan 6.

Dengan latar belakang yang mentereng yang tidak dimiliki oleh semua politisi, tentu sangat masuk akal apabila banyak politisi di dalam koalisi Jokowi-Ma’ruf merasa keder dan kurang nyaman apabila Jokowi memberi panggung kepada YW dan AHY. Kenapa demikian? Karena itu sama saja dengan membesarkan anak macan yang siap bertarung dalam pilpres 2024.

Mereka bisa jadi khawatir, YW dan AHY akan semakin menjadi saingan yang sulit ditandingi apabila mereka mendapat panggung untuk unjuk gigi melalui kursi menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf. Mereka khawatir, kader partainya, ketua partainya, atau bahkan anak dari ketua partainya akan kalah saing oleh prestasi YW dan AHY ketika maju di pilpres 2024. Jadi, terlemparnya YW dan AHY adalah merupakan bagian dari pembatasan akses pada pesaing-pesaing potensial untuk bertarung pada pilpres 2024.

Lantas, bagaimana sikap Jokowi sendiri, kenapa dia diam saja, bukankah dia tahu bahwa YW telah memberikan dukungan nyata padanya dan wakilnya? Ada beberapa kemungkinan jawaban untuk ini. Pertama, kemungkinan Jokowi tidak berdaya melawan kemauan partai-partai atau beberapa partai pendukungnya yang tidak menginginkan YW menjadi menteri di kabinetnya. Kedua, kemungkinan Jokowi telah menyiapkan jabatan setingkat menteri atau duta besar untuk YW dan mungkin AHY karena kursi menteri memang terbatas. Ketiga, kemungkinan Jokowi memang sengaja menyiapkan YW dan AHY untuk menjadi menteri setelah terjadi resafel kabinet. Keempat, kemungkinan Jokowi memang tidak ada niatan untuk menjadikan YW atau mungkin AHY untuk menjadi menterinya.

Namun begitu, YW dan AHY, dengan latar belakang dan rekam jejak yang mentereng.  Termasuk sesama alumni universitas Harvard. Status “darah biru” politik dan sekaligus “darah biru” pesantren untuk YW, mereka berdua tetap mempunyai kesempatan besar untuk berkarir di politik, atau menjadi capres-cawapres yang menjanjikan di 2024 sebagai symbol capres-cawapres muda. Persoalannya mungkin hanya menunggu apakah ada dukungan partai untuk mereka berdua. Semua kemungkinan bisa saja terjadi, Wallahua’lam Bisshowabb. (bangkitmedia.com)

Penulis: M. Ainul Yaqin, Ketua Lakpesdam PWNU DIY

Post a Comment

© terjeru.co. All rights reserved. Premium By Raushan Design