Oleh: Fadhilah Alatas
Allah swt berfirman dalam:
Artinya; "Wahai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka engkau tidak menyampaikan risalahnya. Dan Allah akan melindungi engkau dari manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir". (Surat al-Maidah ayat 67)
Kebanyakan ulama dari ahlu sunah dan seluruh ulama syiah menyatakan dan menulis di kitab-kitab mereka, bahwa ayat diatas diturunkan berkenaan dengan pribadi Imam Ali as. Pernyataan ini tidak akan muncul kecuali dari banyaknya sumber riwayat para sahabat nabi seperti: Abu Said al-Khudri, Zaid bin Arqam, Zubair bin Abdullah an-Shari, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan lain-lain. Yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan pribadi Imam Ali as. Dan riwayat-riwayat seperti ini banyak sekali jumlahnya hingga tidak ada seorangpun yang bisa mengingkarinya.
Allah swt berfirman dalam:
Artinya; "Wahai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka engkau tidak menyampaikan risalahnya. Dan Allah akan melindungi engkau dari manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir". (Surat al-Maidah ayat 67)
Kebanyakan ulama dari ahlu sunah dan seluruh ulama syiah menyatakan dan menulis di kitab-kitab mereka, bahwa ayat diatas diturunkan berkenaan dengan pribadi Imam Ali as. Pernyataan ini tidak akan muncul kecuali dari banyaknya sumber riwayat para sahabat nabi seperti: Abu Said al-Khudri, Zaid bin Arqam, Zubair bin Abdullah an-Shari, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan lain-lain. Yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan pribadi Imam Ali as. Dan riwayat-riwayat seperti ini banyak sekali jumlahnya hingga tidak ada seorangpun yang bisa mengingkarinya.
Selain itu, disanapun ada banyak riwayat-riwayat yang lebih jelas dan terperinci yang menyatakan bahwa ayat tersebut diturunkan di Ghadir Khum (daerah antara kota Mekkah dan Madinah), sepulang Rasul saww dan kaum muslimin dari haji wada. Ayat ini disampaikan Rasul dalam khutbah beliau yang menetapkan bahwa Imam Ali as adalah wasi dan kholifah setelah beliau.
Riwayat yang menceritakan akan hal ini sangatlah banyak sekali jumlahnya sehingga peneliti besar Alamah al-Amiri menulis dalam kitabnya al-Ghadir bahwa hadis al-Ghadir diriwayatkan oleh lebih dari 110 sahabat rasul, 84 tabi`in (generasi setelah sahabat) dan 360 ulama besar kaum muslimin juga menulisnya. Oleh karena itu, hadis al-Ghadir adalah riwayat yang paling mutawatir dalam sejarah Islam dan barang siapa yang mengingkarinya sama saja ia mengingkari seluruh riwayat-riwayat yang mutawatir lainnya.
Dalam tema al-Ghadir sebenarnya banyak sekali segi yang harus dibahas namun pada saat ini pembahasan kita hanya berkisar pada kandungan ayat at-tablig dan makna maula dalam hadis Rasul yang berbunyi:
Kandungan Ayat at-Tablig
Apabila kita meneliti ayat diatas dengan cermat, maka kita akan mendapatkan bahwa ayat ini mengandung tiga point yang penting, yang mana dari tiga point ini kita dapat mengetahui perintah apa yang Allah inginkan dalam ayat tersebut (Nafahaatul Quran, Ayatullah Makarim as-Syirazi, maudhu' ayat at-tabligh). Pertama, ayat ini mengandung perintah Allah SWT kepada Rasul saww untuk menyampaikan masalah yang sangat penting dalam pandangan Islam.
Apabila Rasul tidak menyampaikannya sama saja seperti Rasul tidak menyampaikan seluruh risalah Allah yang lainnya.
Kedua, sesungguhnya masalah ini tidak ada kaitannya dengan permasalahan haji, zakat, puasa, sholat dan ibadah-ibadah yang lainnya. Karena ayat ini turun pada akhir-akhir hayat Nabi saww yang mana permasalahan-permasalahan penting dalam Islam sudah disampaikan oleh Rasul saww.
Ketiga, ayat ini juga menyatakan bahwa masalah tersebut akan menimbulkan pertentangan dari kaum muslimin tersebut, sehingga hal itu dapat membahayakan beliau, oleh sebab itu Allah swt akan menjaga beliau dari siapapun.
Dari tiga kandungan ayat at-tablig ini, kita dapat menyimpulkan bahwa masalah yang harus rasul sampaikan itu adalah masalah khilafah setelah beliau. Masalah ini sangatlah penting, yang akan menjadi pilar bagi kelangsungan agama Islam, karena permasalahan ini adalah bagian dari kenabian yang apabila rasul tidak menyampaikannya maka agama Islam tidaklah akan sempurna. Dan masalah ini memang harus disampaikan kepada kaum muslimin sebelum tiba ajal beliau, sehingga mereka tidak mengalami kebingungan nantinya. Dan juga memang masalah khilafahlah yang selalu menjadi pertentangan diantara kaum muslimin hingga kini.
Apabila kita ingin menyelewengkan penafsiran ayat tersebut dan kita katakan bahwa yang dimaksud ayat itu bukanlah penyampaian masalah khilafah, maka kita akan mendapatkan penafsiran itu sama sekali tidak sesuai dengan kandungan ayat tersebut.
Arti Maula dalam Hadis al-Ghadir
Sebagian dari penulis ahli Sunnah bahwa maula dalam hadis "man kuntu maula" berarti teman atau kekasih atau dengan kata lain dalam hadis al-Ghadir rasul hanya ingin menegaskan pada kaum muslimin bahwa siapa yang mencintai beliau harus juga mencintai Imam Ali a.s. dan tidak lebih dari itu.
Memang tidak ada yang memungkiri bahwa kata maula bisa berarti teman atau kekasih. Akan tetapi kita tidak bisa menyatakan bahwa kata maula dalam hadis al-Ghadir berartikan teman atau kekasih dikarenakan alasan sebagai berikut.
Pertama, bahwasanya kecintaan terhadap Imam Ali a.s. dan kecintaan kaum muslimin dengan sesama mereka adalah masalah yang sudah tersebar luas dan diketahui oleh seluruh umat Islam, karena diawal-awal dakwah rasul, beliau selalu menyampaikan "innamal mukminuna ikhwah" , oleh karena itu tidak perlu lagi rasul mengumpulkan puluhan bahkan ratusan ribu kaum muslimin dalam kondisi dibawah terik matahari hanya untuk menyampaikan bahwa mereka harus mencintai Imam Ali as.
Kedua, sesungguhnya sabda Rasul saww, "Bukankah aku lebih berhak atas kalian dibanding dari kalian?", yang diucapkan sebelum melantik Imam Ali as, menandakan yang dimaksud dengan maula dihadis al-Ghadir bukan hanya sekedar kecintaan, akan tetapi kepemimpinan Imam Ali as. Sebagaimana Rasul adalah pemimpin kaum muslimin dan beliau lebih berhak atas mereka dibanding diri mereka sendiri begitu pula halnya dengan Imam Ali as.
Ketiga, ucapan selamat dan baiat yang disampaikan para sahabat kepada Imam Ali as juga membuktikan akan adanya suatu yang istimewa yang dialami beliau as. Kalau saja yang dimaksud Rasul dalam hadis al-Ghadir itu hanya sekedar kecintaan, maka adalah hal yang biasa dan bukan suatu yang istimewa sehingga ayat yang diucapkanpun tentang selamat.
Dari tiga hal itu bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud "maula" dalam hadis al-Ghadir adalah "Khilafah dan Imamah" bagi Imam Ali as. Kemudian berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa dalam ayat at-Tablig Allah swt memerintahkan rasulullah saw untuk menyampaikan masalah "khilafah dan imamah" yang akan menjadi pilar agama Islam setelah beliau saww. Dan dari hadis al-Ghadir kita dapat menetapkan bahwa Imam Ali as lah yang mendapat mandat yang menjadi khalifah dan pemimpin setelah Rasulullah saw.[]