Ada banyak sekali alasan yang mendatangkan kecemasan yang
hebat tentang sebuah survey di australia minggu lalu yang mengindikasikan bahwa
hampir separuh dari penduduknya meyakini bahwa umat muslim dan orang-orang dari
Timur Tengah tidak semestinya berada di negara tersebut. Kemungkinan banyak
yang tidak menemukan Islamophobia yang tumbuh di Australia akan merasa sangat
terheran-heran. Bagaimanapun juga Australia adalah salah satu dari beberapa
negara yang mendukung kebijakan Presiden George Bush pada Iraq, tempat dimana
masjid-masjid diserang setelah peristiwa 11 September, dan pemerintahannya
telah lama menerapkan kebijakan garis-keras terhadap pencari suaka dan
pengungsi, yang sebagian besar adalah muslim. Dan tidak ada seorangpun yang
dapat melupakan Pauline Hanson yang terkenal itu, pendiri dari Partai Garis
Kanan Satu Bangsa, yang pandangan-pandangannya terhadap para pengungsi, pencari
suaka dan penduduk Australia keturunan (non kulit putih) dengan segera tersebar
menjadi sebuah pandangan umum, walaupun sangat bias, dan sama sekali tidak ada
faktanya.
Walaupun kepopuleran partainya segera memudar setelah memenangkan hampir
seperempat dari keseluruhan suara daripemilihan umum di Queensland pada tahun
1998, baru pada minggu ini dia mengumumkan bahwa ia akan kembali ke kehidupan
politik hanya setahun setelah ia mengatakan bahwa ia sudah meninggalkannya sama
sekali. Hal tersebut harus dilihat sebagai salah satu sinyal dari berayunnya
sisi pendulum dari masyarakat Australia menuju intoleransi dan bigotry. Dia
tidak akan memutuskan untuk mencalonkan diri di parlemen daerah New South Wales
jika dia tidak yakin bahwa ia mempunyai kans untuk sukses disana.
Bagaimanapun muslim, terutama yang berasal dari Afghanistan, bukanlah “anak baru” di Australia. Jalan kereta api dari Sydney dan Adelaide menuju Alice Spring di jantung Australia dikenal oleh seluruh masyarakat Australia sebagai “The Ghan”, yang secara simbolis di berikan untuk menandai kepada orang-orang yang berasal dari Afghanistan dan kereta-kereta pengangkut dengan unta-nya yang membuat kota-kota tersebut terhubungkan ke dunia luar sampai dibuatnya jalan kereta api di tahun 1929. Banyak keturunan dari orang Afghan yang pertama menjalaninya masih hidup di Alice Spring, shalat di mesjid2 lokal, dan menjadi penduduk asli Australia seperti juga siapapun yang keluarganya telah hidup di Australia lebih dari 100 tahun. Lalu mengapa semuanya berubah? Mengapa kaum Muslimin dinilai dan dipandang dengan penuh kecurigaan di Australia?
Para akademisis yang menjalankan survey tersebut menyalahkan media massa yang memberikan gambaran yang salah tentang umat Islam dan merepresentasikan antipati barat terhadap Islam. Tetapi mengapa dari awal harus diberikan gambaran yang tidak benar? Mengapa rasa antipati yang tidak berdasar yang harus dikemukakan? Pada kenyataannya, aturan umum media massa di barat adalah menyajikan opini publik bukan mengarahkan opini tersebut. Media seharusnya mencari tahu apa yang menjadi opini mereka, dan barulah opini tersebut di sebarkan, bukan sebaliknya.
Sebelum kita mengambil kesimpulan yang terburu-buru bahwa masyarakat Australia adalah orang-orang fanatik buta yang tidak dapat diperbaiki lagi dan menderita Islamophobia, lebih baik tanyakan mengapa mereka menjadi seperti itu. Umat muslim harus mau menerima sebagian dari tanggung jawab ini. Australia, bersama-sama dengan negara-negara non-muslim lainnya, tidaklah mendapat gambaran yang sebenarnya tentang bagaimanakah Islam yang sebenarnya. Mereka mendapatkan gambaran yang terkorupsi dan telah diputarbalikkan oleh kebencian dan kebrutalan dari para fanatik. Kasus pemboman di Bali dimana 88 warga Australia yang ikut tewas ikut andil dalam merusak sikap masyarakat Australia kepada Islam. Jika saja ada bukti jelas bahwa ada pengrusakan pada citra Islam yang dilakukan oleh ekstrimis, maka inilah dia!
Juga kasus tingkat tinggi tentang perkosaan secara berkelompok (gang rape case), yang mengejutkan masyarakat Australia tahun lalu setelah terungkap bahwa 14 orang pemuda beretnis Libanon yang terlibat menggembar-gemborkan bahwa mereka adalah muslim yang mentargetkan “babi-babi Australia” (Aussie pigs), telah memperparah kerusakannya. Tentu saja, kita semua tahu ini bukanlah Islam yang sebenarnya, tetapi banyak masyarakat Australia yang tidak tahu.
Sesuatu harus segera dilakukan untuk merubah pandangan masyarakat Australia tentang Islam. Tidak ada gunanya kita mengharapkan mereka yang melakukannya. Tanggung jawabnya terletak ditangan umat Islam sendiri. Gambaran yang sebenarnya tentang Islam harus diperlihatkan. Inilah tantangan kita yang sebenarnya.
Mengutuk sama sekali bukamlah merupakan suatu solusi. Hal itu hanya membuat semuanya menjadi semakin buruk.
Sumber: Islam Down Under, Arab News Editorial, 25 February 2003
Bagaimanapun muslim, terutama yang berasal dari Afghanistan, bukanlah “anak baru” di Australia. Jalan kereta api dari Sydney dan Adelaide menuju Alice Spring di jantung Australia dikenal oleh seluruh masyarakat Australia sebagai “The Ghan”, yang secara simbolis di berikan untuk menandai kepada orang-orang yang berasal dari Afghanistan dan kereta-kereta pengangkut dengan unta-nya yang membuat kota-kota tersebut terhubungkan ke dunia luar sampai dibuatnya jalan kereta api di tahun 1929. Banyak keturunan dari orang Afghan yang pertama menjalaninya masih hidup di Alice Spring, shalat di mesjid2 lokal, dan menjadi penduduk asli Australia seperti juga siapapun yang keluarganya telah hidup di Australia lebih dari 100 tahun. Lalu mengapa semuanya berubah? Mengapa kaum Muslimin dinilai dan dipandang dengan penuh kecurigaan di Australia?
Para akademisis yang menjalankan survey tersebut menyalahkan media massa yang memberikan gambaran yang salah tentang umat Islam dan merepresentasikan antipati barat terhadap Islam. Tetapi mengapa dari awal harus diberikan gambaran yang tidak benar? Mengapa rasa antipati yang tidak berdasar yang harus dikemukakan? Pada kenyataannya, aturan umum media massa di barat adalah menyajikan opini publik bukan mengarahkan opini tersebut. Media seharusnya mencari tahu apa yang menjadi opini mereka, dan barulah opini tersebut di sebarkan, bukan sebaliknya.
Sebelum kita mengambil kesimpulan yang terburu-buru bahwa masyarakat Australia adalah orang-orang fanatik buta yang tidak dapat diperbaiki lagi dan menderita Islamophobia, lebih baik tanyakan mengapa mereka menjadi seperti itu. Umat muslim harus mau menerima sebagian dari tanggung jawab ini. Australia, bersama-sama dengan negara-negara non-muslim lainnya, tidaklah mendapat gambaran yang sebenarnya tentang bagaimanakah Islam yang sebenarnya. Mereka mendapatkan gambaran yang terkorupsi dan telah diputarbalikkan oleh kebencian dan kebrutalan dari para fanatik. Kasus pemboman di Bali dimana 88 warga Australia yang ikut tewas ikut andil dalam merusak sikap masyarakat Australia kepada Islam. Jika saja ada bukti jelas bahwa ada pengrusakan pada citra Islam yang dilakukan oleh ekstrimis, maka inilah dia!
Juga kasus tingkat tinggi tentang perkosaan secara berkelompok (gang rape case), yang mengejutkan masyarakat Australia tahun lalu setelah terungkap bahwa 14 orang pemuda beretnis Libanon yang terlibat menggembar-gemborkan bahwa mereka adalah muslim yang mentargetkan “babi-babi Australia” (Aussie pigs), telah memperparah kerusakannya. Tentu saja, kita semua tahu ini bukanlah Islam yang sebenarnya, tetapi banyak masyarakat Australia yang tidak tahu.
Sesuatu harus segera dilakukan untuk merubah pandangan masyarakat Australia tentang Islam. Tidak ada gunanya kita mengharapkan mereka yang melakukannya. Tanggung jawabnya terletak ditangan umat Islam sendiri. Gambaran yang sebenarnya tentang Islam harus diperlihatkan. Inilah tantangan kita yang sebenarnya.
Mengutuk sama sekali bukamlah merupakan suatu solusi. Hal itu hanya membuat semuanya menjadi semakin buruk.
Sumber: Islam Down Under, Arab News Editorial, 25 February 2003