Membaca Alquran dengan Semangat Pembebasan

Diskusi bersama Asma Barlas
Membaca Alquran dengan Semangat Pembebasan
Oleh Umdah El-Baroroh
26/06/2005
Kata ganti perempuan jarang digunakan, kecuali untuk menunjuk perempuan secara spesifik. Untuk menunjuk dua jenis kelamin sekaligus selalu digunakan kata ganti laki-laki. Karena bahasa Arab menganggap bahwa khithab laki-laki bisa mencakup perempuan sekaligus. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak mengenal perbedaan jenis kelamin dalam kata gantinya.

Selama ini interpretasi Alquran didominasi oleh pandangan patriarkhis yang memihak kepentingan laki-laki. Akibatnya kepentingan perempuan sering tidak terakomodir. Pengalaman-pengalaman perempuan sering terbungkam. Bahkan tidak jarang Alquran digunakan sebagai alat justifikasi belaka untuk kepentingan laki-laki. Benarkah Alquran demikian? Inilah keprihatinan Asma Barlas yang diungkapkan dalam diskusi selama kurang lebih dua jam di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta 24 Juni lalu.

Asma Barlas adalah seorang feminis berkebangsaan Pakistan yang tinggal di Amerika sejak tahun 1983. Perempuan berwajah mungil ini mempunyai minat yang besar terhadap isu-isu perempuan dan penafsiran agama. Ia aktif menulis di berbagai media dan jurnal di Amerika. Selain tulisan dalam bentuk artikel ia pun menulis beberapa buku. Salah satu bukunya yang cukup mengundang perhatian pembaca adalah Believing Women in Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an. Kehadiran Asma ke Indonesia ini cukup istemewa. Pasalnya ia bukan sekadar berkunjung ke berbagai LSM dan tokoh intelektual Indonesia, tapi sekaligus juga meluncurkan judul buku di atas yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Cara Qur'an Membebaskan Perempuan oleh penerbit Serambi.

Dalam suasana diskusi dan sekaligus launching bukunya yang menggairahkan, Asma menyatakan bahwa sudah saatnya Alquran untuk dibaca dengan semangat pembebasan. Karena Alquran sendiri diturunkan dengan semangat pembebasan terhadap kaum tertindas, baik laki-laki maupun perempuan. Asma sangat prihatin dengan kondisi bangsanya dan bangsa-bangsa Islam lainnya yang sering mendiskriminasikan perempuan dengan mengatasnamakan agama.

Ia juga mempertanyakan mengapa Islam yang memberi semangat pembebasan kemudian banyak ajarannya yang tampak diskriminatif. Selain itu ia juga sering merasa resah akan anggapan orang tentang Islam yang tidak ramah dan tidak memihak perempuan. Betulkan Islam demikian? Pertanyaan-pertanyaan semacam itulah yang mendasari penelitian Asma selama tujuh tahun yang kemudian menghasilkan sumbangan karya tentang pembacaan Alquran dengan semangat pembebasan ini.

Diskusi yang dihadiri oleh dua ratusan mahasiswa dan aktivis LSM ini dihadiri pula oleh pembicara panel Dr. Jalaludin Rakhmat, pakar komunikasi, dan Sukidi, kandidat doktor dari Harvard University. Sukidi dalam acara tersebut mengusulkan untuk membaca karya Asma dari konteks politik, sosial, dan budaya masyarakat Amerika. Karena, munculnya karya Asma bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari konteks tersebut. Pembacaan semacam itu akan sangat membantu menemukan jawaban tentang pertanyaan mengapa, misalnya, Asma memilih agama atau Alquran dalam menampik anggapan yang mendiskreditkan perempuan. Asma sendiri mengakui bahwa dalam konteks Amerika tidak bisa dilepaskan adanya polarisasi antara gerakan feminis muslim dan barat. Dalam beberapa hal kedua kelompok tersebut tak luput dari posisi yang berhadap-hadapan. Oleh karenanya, menurut Sukidi, karya semacam ini adalah sebuah bentuk kontestasi otoritas, baik dalam agama maupun budaya.

Selain alasan tersebut, menurut Sukidi karya semacam ini sangat penting sekali untuk mewarnai aliran penafsiran dalam Islam. Karena selama ini panggung sejarah tafsir agama sangat didominasi oleh laki-laki. Bahkan menurut penelitian salah seorang audien dalam acara tersebut menyimpulkan bahwa selama tahun 1998 hingga tahun 2002 dari seluruh tulisan tentang tafsir yang ribuan itu hanya ditemukan satu penulis tafsir perempuan. Oleh karena itu upaya seorang perempuan dalam mencoba membaca kembali teks kitab suci dengan kaca mata perempuan sangat diperlukan sekali.

Sebagaimana penafsir modern lainnya, dalam buku ini Asma menggunakan pendekatan hermeneutika untuk membantu membaca teks Alquran. Dalam karya itu ia mengkritisi banyak hal tentang istilah Alquran yang dimaknai secara sempit. Salah satunya ia mengkritisi pemaknaan ‘dzulm’. Istilah ‘dzulm’ dalam Alquran adalah kebalikan dari istialah ‘adl’ atau keadilan. Segala bentuk tindakan yang melawan atau bertentangan dengan adalah atau keadilan dalam Alquran disebut dengan ‘dzulm’, termasuk dalam hal ini adalah bertindak tidak adil terhadap perempuan. Dan kedzaliman dalam Alquran sendiri sangat dikecam.

Diskusi ini semakin seru dan mengundang senyum serta tawa audien ketika Kang Jalal menyampaikan presentasinya. Sebagai orang yang sengaja dihadirkan untuk mengkritisi karya Asma, Kang Jalal banyak memberikan kritik dengan cukup detil dan tajam. Menurutnya salah satu bentuk apresiasi terhadap buku ini adalah dengan memberikan kritik. Menurut kang Jalal ada beberapa kecerobohan yang dilakukan oleh Asma dalam menulis bukunya. Salah satunya adalah dalam pengutipan dan penerjemahan ayat. Ada beberapa ayat Alquran yang ia kutip tapi ketika dicek ternyata tidak sesuai. Meskipun sepele, kesalahan semacam itu bisa berakibat fatal pada validitas sebuah karya. “Tetapi sebagai sebuah karya ilmiah, buku ini sangat cocok dengan kebutuhan jaman sekarang”, lanjut kang Jalal.

Kritik lain dilontarkan pula oleh Sukidi. Ia menganggap referensi literatur buku Asma masih sangat kurang, terutama referensi literatur klasik, baik tafsir, hadis, atau yang lainnya.

Pada kesempatan itu kang Jalal juga mengakui adanya diskriminasi bahasa dalam Alquran yang cenderung memihak laki-laki. Misalnya, sebagian besar khithab dalam Alquran selalu menggunakan kata ganti laki-laki. Kata ganti perempuan jarang digunakan, kecuali untuk menunjuk perempuan secara spesifik. Untuk menunjuk dua jenis kelamin sekaligus selalu digunakan kata ganti laki-laki. Karena bahasa Arab menganggap bahwa khithab laki-laki bisa mencakup perempuan sekaligus. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak mengenal perbedaan jenis kelamin dalam kata gantinya. Hal ini sekaligus mengindikasikan adanya pengaruh budaya patriarkhis Arab yang cukup kuat terhadap Alquran.

Pengaruh budaya patriarkhi Arab bukan hanya ditemukan dalam Alquran, tapi juga dalam hadis. Hal ini diakui, baik oleh Asma dalam bukunya, maupun kang Jalal. Banyak sekali hadis yang muncul bernada diskriminatif terhadap perempuan. Misalnya hadis tentang penciptaan, kepemimpinan, dan hadis tentang penghuni neraka yang mayoritas adalah perempuan. Teks-teks semacam ini sangat berpotensi menimbulkan penafsiran agama yang diskriminatif dan misoginis. Paham penafsiran semacam itu menurut kang Jalal banyak terjadi di lingkungan sunni bukan di lingkungan syiah. Dengan nada bangga kang Jalal menampik adanya pandangan misoginis dalam tradisi Syiah. Syiah sejak awal telah menaruh Fatimah, putri nabi sebagai salah satu imam tauladan. Keteladanan Fatimah itu disebabkan keberaniannya untuk memprotes Abu Bakar yang tidak memberinya warisan kepadanya setelah wafatnya nabi. Terhadap hadis yang menceritakan tentang penghuni neraka pun, Syiah tidak menerimanya dengan leterlek. Buktinya, Imam Ja’far ketika ditanya tentang hadis tersebut justru menyatakan bagaimana mungkin mayoritas perempuan adalah penghuni neraka. Sementara dalam Alquran diceritakan bahwa dalam surga itu terdapat ‘huri’ atau bidadari yang semuanya adalah perempuan.

Dalam akhir pembicaraannya, kang Jalal menegaskan bahwa Syiah tidak memapankan adanya ketidakadilan dalam Islam. Justru Syiah sendiri adalah aliran yang selalu protes terhadap ketidadilan. Banyak Imam Syiah yang mati dalam melakukan protes itu. Ali meninggal karena menegakkan keadilan. Imam Husein meninggal karena memprotes sistem opresif di Karbala. Tetapi terlepas dari itu apa yang dilakukan oleh Asma ini sangat luar biasa. Karena ia ingin membaca Alquran secara holistik. Membaca Alquran pada konteks sejarahnya dan membawa semangatnya pada jaman sekarang.

Post a Comment

© terjeru.co. All rights reserved. Premium By Raushan Design