Oleh Ulil Abshar-Abdalla
18/10/2004
Meskipun kata “agama” didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli,
saya cenderung menerima kata ini sebagai istilah praktis yang bisa kita pakai
untuk menyebut sistem kepercayaan apapun, termasuk Islam. Saya juga cenderung
memandang bahwa kata “din” tidak mempunyai makna yang secara signifikan berbeda
dengan kata “agama”.
Kita kerap mendengar pernyataan berikut ini, “Islam bukan sekedar agama,
tetapi...” Bagian yang kosong dalam pernyataan itu bisa diisi dengan konsep apa
saja. Misalnya, Islam bukan sekedar agama, tetapi way of life atau jalan hidup.
Pernyataan ini kerap kita lihat pada stiker-stiker yang ditempel di kaca mobil.
Atau, Islam bukan sekedar agama, tetapi sebuah peradaban. Kita tahu,
pernyataan yang terakhir ini sering dikutip oleh para penulis Islam dari
seorang orientalis terkenal, H. A. R. Gibb. Atau, Islam bukan sekedar agama
tetapi pandangan hidup atau world view. Pernyataan ini pernah saya baca dalam
pamflet kecil yang ditulis oleh seorang pemikir Islam dari Pakistan, Abul A’la
Al Maududi, Toward Understanding Islam.
Kalimat-kalimat seperti itu kerap kita dengar dalam pidato, ceramah, atau
tulisan-tulisan populer. Umumnya orang menerimanya dengan senang hati, tanpa
ada persoalan. Secara implisit, pernyataan itu hendak menekankan bahwa konsep
“agama” tidak mencukupi untuk mengatakan secara menyeluruh tentang apa itu
Islam. Islam adalah sesuatu yang lebih besar dari pengertian yang selama ini
kita lekatkan pada kata agama. Ada orang yang bahkan sama sekali menganggap
kata “agama” sebagai konsep yang kabur, dan karena itu tak bisa diterapkan pada
Islam. Sebagai gantinya, kata “din” diusulkan sebagai alternatif. Jadi,
orang-orang ini tidak mau menyebut Islam sebagai agama tetapi “din”.
Saya menduga, penolakan atas kata “agama” untuk Islam didorong oleh
kehendak untuk membedakan Islam dari agama-agama lain. Kata “agama”, begitu
jalan pikiran sebagian orang, boleh dipakai untuk Kristen, Katolik, Hindu,
Budha dan agama-agama lain, tetapi jangan untuk Islam, sebab Islam adalah
“sesuatu” yang lain.
Betulkan pandangan seperti itu?
Islam bukan sekedar agama, tetapi jalan hidup. Ya, tentu benar demikian,
tetapi bukankah semua agama juga sekaligus jalan hidup. Bagi orang Kristen,
agama itu jelas adalah jalan hidup. Islam bukan sekedar agama, tetapi sebuah
pandangan hidup. Ya, sudah tentu demikian, tetapi bukankah agama Hindu juga
merupakan pandangan hidup bagi pemeluk mereka. Lagi pula, ideologi-ideologi
sekuler seperti komunisme juga merupakan pandangan hidup, atau istilah kerennya
“weltanschauung”, bagi para penganutnya. Apakah dengan demikian komunisme
adalah agama?
Yang menarik adalah pernyataan terakhir: Islam bukan sekedar agama, tetapi
sebuah peradaban. Meskipun tidak semua agama melahirkan sebuah peradaban besar,
tetapi harus diakui bahwa hampir semua peradaban besar merupakan produk dari
sebuah agama. Yang melahirkan peradaban bukan saja Islam, tetapi juga Kristen,
Hindu, Budha, dan agama-agama lokal (Ingat peradaban besar di Amerika Latin
seperti Maya dan Inca). Bahkan peradaban modern yang konon sekuler dan memusuhi
agama, secara langsung atau tidak, adalah anak kandung dari tradisi
Judeo-Kristiani.
Lalu bagaimana dengan kata “din”? Apakah benar bahwa Islam lebih tepat
disebut sebagai “din” dan bukan “agama”?
Takrif atas kata “din” sendiri sebetulnya mengandung banyak arti. Jika kita
buka Al Munjid, kamus Arab modern yang paling luas dipakai, kata itu mempunyai
tak kurang dari 21 arti, satu dengan yang lainnya kadang-kadang bertentangan.
“Din” bisa berarti: hari pembalasan, kerajaan, kekuasaan, putusan, segala
sarana untuk menyembah Tuhan, mazhab, prilaku, kebiasaan, keadaan, ketaatan.
Tetapi kata itu juga bisa berarti: maksiat atau pemaksaan (al ikrah).
Jika demikian, apa usulan sodara?
Meskipun kata “agama” didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli,
saya cenderung menerima kata ini sebagai istilah praktis yang bisa kita pakai
untuk menyebut sistem kepercayaan apapun, termasuk Islam. Saya juga cenderung
memandang bahwa kata “din” tidak mempunyai makna yang secara signifikan berbeda
dengan kata “agama”. Kamus modern yang ditulis oleh leksikograf Arab
kontemporer juga menerjemahkan kata “religion” sebagai “din” (Bisa dicek pada
kamus Al Mawrid susunan Munir Al Ba’albaki). Jika mau tambahan rujukan, kita
bisa memakai ayat yang terkenal dalam Qur’an: lakum dinukum wa liya din, bagi
kalian din kalian, bagiku din ku. Dalam ayat itu, kepercayaan orang-orang
musyrik di Mekah disebut juga sebagai “din”.
Jadi, kita sudah benar selama ini memakai istilah “agama Islam”.