Sabtu, 1
Oktober 2005
DUNIA
ISLAM
SERUAN HIZBUT TAHRIR:
MARI BERSATU MENEGAKKAN KHILAFAH
SERUAN HIZBUT TAHRIR:
MARI BERSATU MENEGAKKAN KHILAFAH
Bertepatan
dengan peringatan Isra Mikraj 1426 H, sekaligus memperingati runtuhnya Khilafah
Islamiyah 28 Rajab, Hizbut Tahrir Indonesia dan YPI Al-Azhar Jakarta menggelar
tabligh akbar bertema, "Menggalang Persatuan Umat Menuju Tegaknya
Khilafah". Acara berlangsung di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, usai shalat Jumat, 2 September 2005 lalu.
Tabligh
akbar diikuti tidak kurang dari 5000 peserta yang memenuhi seluruh ruangan
masjid. Pria dan wanita tampak antusias mengikuti acara ini hingga berakhir
menjelang waktu shalat ashar. Selain pembacaan seruan Hizbut Tahrir, acara ini
diisi orasi dari para ulama dan tokoh masyarakat. Mereka adalah KH Rusdy Hamka
(Al-Azhar), Ridwan Saidi (tokoh Betawi), KH Amrullah Ahmad (Sekretaris MUI),
Ust. Mashadi (Ketua FUI), Ust. Abu Jibril (MMI), dan Dr Mahmud Yunus (PITI).
Mereka menyatakan syariat Islam dan Khilafah adalah satu-satunya solusi bagi
permasalahan yang dihadapi umat saat ini. Berbagai upaya untuk menegakkan
Khilafah harus terus dilakukan oleh seluruh elemen umat Islam. Untuk itu, umat
Islam wajib bersatu dan mengesampingkan perbedaan-perbedaan kecil yang terjadi.
Adapun pembacaan
seruan Hizbut Tahrir dilakukan oleh Ust. M. Al-Khaththath (DPP HTI). Inti
seruan itu adalah mengajak seluruh umat Islam, para pimpinan ormas, orpol,
ulama, wakil rakyat, wartawan, cendekiawan, usahawan dan serikat-serikat
pekerja, serta para pemuda dan mahasiswa, khususnya anggota TNI/Polri untuk
secara sungguh-sungguh mengamalkan syariat Islam; berjuang bagi tegaknya
syariat Islam; serta secara sengaja menempatkan perjuangan penegakan syariah
sebagai agenda utamanya; menegakkan kembali Khilafah Islamiyah 'ala Minhajin
Nubuwwah yang akan mewujudkan negeri yang adil, makmur, sejahtera, damai
dan sentosa; serta menjaga setiap jengkal negeri Islam, melawan imperialisme
dan mewujudkan kembali 'izz al-Islam wa al-muslimîn.
Selain di
Jakarta, acara serupa berlangsung di seluruh dunia, termasuk di seluruh
Indonesia. HTI telah membuat booklet seruan dan disebarkan kepada
masyarakat secara cuma-cuma.
Ustadz
Mashadi, Ketua FUI
Sudah Saatnya Mengganti Sistem Sekular
Sudah Saatnya Mengganti Sistem Sekular
Memang,
sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak untuk menegakkan nilai-nilai
syariat Islam di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pengganti
nilai-nilai sekular yang terbukti tidak memberikan manfaat bagi manusia maupun
kemanusiaan itu sendiri. Sudah saatnya kaum Muslim mengganti sistem nilai
sekular yang telah merusak manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Masyarakat
memegang peranan utama. Mereka harus menyadari bahwa sistem yang menjadi
landasan kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah sistem yang salah, sistem
sekular, atau sistem la diniyah. Itulah yang harus mereka tinggalkan dan
menggantinya dengan sistem baru, sistem Islam yang memang sudah inheren
dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Dr.
Suwarsono, YPI Al-Azhar
Perlu Mengenalkan Kembali Khilafah
Perlu Mengenalkan Kembali Khilafah
Kami dari
Al-Azhar merasa berkepentingan menyampaikan kepada umat tentang penegakan
Khilafah ini. Apalagi saya dari pendidikan, istilah khilafah ini sudah
lama hilang dari khasanah keilmuwan. Kata ini hanya dibaca oleh calon-calon
doktor. Di kalangan anak-anak kita SD, SMP, tidak ada kata-kata itu. Inilah
tantangan kita ke depan, yaitu bagaimana mensosialisakan syariat Islam itu pada
jalur pendidikan. Kerja kita berat. Bagaimana kita bisa menembus jalur
Depdiknas agar masalah ini bisa masuk kurikulum. Yang sangat penting bagaimana
kita memasukkan gerakan penegakan syariah dan Khilafah secara terkonsep pada
pendidikan kita.
Saya kira,
masyarakat Islam sebenarnya mendukung tegaknya syariah dan Khilafah ini. Hanya
saja, para elit politik Islam perlu disadarkan.
KH Amrullah
Ahmad, Ketua SI/Sekretaris MUI Pusat
Khilafah adalah Solusi
Khilafah adalah Solusi
Saya melihat
bahwa penerapan syariah ini adalah solusi dari setiap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Jadi, selama Indonesia masih mencoret syariat Islam dari tatanan
politik Indonesia, maka Indonesia tidak akan pernah mendapatkan kemakmuran
dalam keadilan, atau memperoleh apa yang disebut sebagai kemerdekaan sejati.
Sebab, kemerdekaan sejati hanya bisa diperoleh dengan tegaknya syariat Islam.
Demikian juga di Dunia Islam. Oleh karena itu, selama Dunia Islam tidak
bersama-sama menegakkan syariah, maka Khilafah Islamiyah itu tidak akan
terbentuk. Hancurnya Khilafah Islamiyah pada masa lalu karena masing-masing
bangsa Muslim menerapkan nasionalisme, sekularisme, pluralisme, dan akhlak
hedonisme. Itulah musuh-musuh nyata yang menyebabkan syariat Islam tidak dapat
diterapkan dan akhirnya Khilafah Islamiyah tidak bisa diwujudkan di Dunia
Islam.
Syarikat
Islam (SI) dulu berpaham Pan Islamisme, jadi sangat bercita-cita mengembalikan
kekuasaan umat Islam dunia yang disebut dunia Muslim sejati di bawah Khilafah
Islamiyah. Tahun 1925-1926 SI ikut memelopori pertemuan di Makkah untuk
membangun kembali Khilafah Islamiyah. Sayang, langkah tersebut gagal. SI dalam
konteks syariat Islam, tanggal 22 Juni 1945, dari sembilan tokoh yang
menandatangani Piagam Jakarta, dua di antaranya adalah mantan pimpinan Syarikat
Islam, yaitu Agus Salim dan Abi Kusno Cokrosuyoso. Akan tetapi, SI tidak pernah
bertanggung jawab atas pencoretan Piagam Jakarta, karena SI tidak diajak.
Alhamdulillah. Umat Islam harus yakin, apalagi dengan teman-teman Hizbut
Tahrir, ini menambah optimisme yang luar biasa bahwa Khilafah Islamiyah dengan
basis syariah akan bisa diwujudkan di dunia, khususnya di Indonesia.
Ustad Abu
Jibril, MMI
Mari Bersatu Tegakkan Khilafah
Mari Bersatu Tegakkan Khilafah
Allah Swt.
berfirman: Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang
paling baik selain daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS
al-Maidah [5]: 50). Ini menunjukkan bahwa pemimpin umat Islam wajib
melaksanakan syariat Allah Swt. Mereka diutus menegakkan hukum Allah di muka
bumi dan tidak boleh menegakkan hukum selainnya. Apabila hukum Allah ini
ditegakkan, Allah akan menolong mereka. Akan tetapi, setelah berakhirnya Khilâfah
'ala Minhaj an-Nubuwwah selama 30 tahun, raja-raja yang disebut mulkan
'adhudhan itu tidak lagi menegakkan hukum-hukum Allah secara murni. Selama
itu mereka tidak mendapat pertolongan Allah dan Khilafah itu dicabut oleh
Allah. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan bangsa di seluruh muka bumi ini,
orang-orang Islam harus tampil kembali mengajak seluruh elemen berjuang
menegakkan syariah Allah, menegakkan Khilafah Islamiyah.
Mari kita
bersatu padu. Jangan berselisih pendapat. Jika ada selisih sedikit, jangan
dibesar-besarkan. Mari kita ambil yang sama dan kita singkirkan yang tidak
sama, karena Islam tidak mungkin ditegakkan oleh sekelompok oang saja. Islam
akan menang jika seluruh umat bersatu. Karena itu, usaha Hizbut Tahrir dalam
acara seperti ini adalah upaya menyatukan langkah untuk tegaknya syariat Islam.
KH. DR
Mahmud Yunus, PITI
Kita Harus Menjadi yang Tertinggi
Kita Harus Menjadi yang Tertinggi
Ada seorang
profesor bernama Murod Hoffman, seorang Katolik tulen dari Jerman, kalau tidak
salah, mengatakan bahwa situasi dunia yang makin tidak menentu ini solusinya
hanya dengan melaksanakan Islam; dengan tegaknya syariah dan Khilafah Islam.
Tanpa itu jangan harap ada perdamaian, kesejahteraan, keamanan, dan
ketenteraman. Islam sendiri adalah paling tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, kita harus menjadi yang tertinggi. Dalam rangka itu,
kita harus bersatu padu menegakkan agama Allah. Haram hukumnya kita
berpecah-belah. Kebenaran yang tak terorganisasi akan kalah oleh kebatilan yang
terorganisasi.
M Lutfi
Hakim, Pengacara
Khilafah Sebuah Keniscayaan
Khilafah Sebuah Keniscayaan
Khilafah itu
suatu keniscayaan. Mengapa? Dunia dipimpin oleh suatu hukum internasional yang
bersifat subordinasi, bukan koordinasi. Subordinasi itu berarti suatu bentuk
lain dari Kekhilafahan. Jadi, ada semacam superstate atau superbody.
Artinya, ke depan kita tidak mungkin dipimpin dalam era globalisasi itu oleh
suatu hukum yang bersifat koordinasi belaka. Harus ada suatu hukum yang
bersifat memaksa, itu memerlukan suatu hukum yang subordinasi di antara global
manusia atau negara-negara di dunia ini.
Barat selalu
berusaha menghalang-halangi upaya ini. Mereka tidak bisa melakukan debat secara
elegan dan intelek untuk mematahkan teori tentang perlunya negara superstate.
Oleh karena itu, mereka memberikan stigmatisasi; terorisme, kekerasan, dsb.
[Tim al-Wa'ie].