Dua ratus dua puluh tahun lalu, Immanuel Kant menulis sebuah risalah kecil berjudul “Apa Itu Pencerahan?”. Menurut Kant, pencerahan adalah bangkitnya manusia dari rasa ketidakmatangan. Orang-orang yang tercerahkan selalu berpikir ke depan dan selalu memikirkan kemungkinan yang lebih baik dari kondisi yang ada. Karena itulah mereka berani menggunakan pemahamannya sendiri dan membuang jauh-jauh pandangan-pandangan dari masa silam yang tak lagi relevan.
Sekitar 220 tahun lalu, Immanuel Kant menulis
sebuah risalah kecil berjudul “Apa Itu Pencerahan?”. Atau dalam bahasa Jerman,
aufklarung. Risalah ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
kerap dilontarkan banyak intelektual pada masa itu.
Menurut Kant, pencerahan adalah bangkitnya
manusia dari rasa ketidakmatangan. Sedangkan ketidakmatangan sendiri adalah
“ketidakmampuan menggunakan penalaran pribadi” dan keinginan untuk selalu
merujuk dan menggunakan pendapat orang lain. Manusia menjadi tidak matang bukan
karena dia tidak mau berpikir, tapi karena dia takut menggunakan pemahamannya
sendiri.
Inti dari zaman pencerahan di Eropa --di mana
Kant sebagai salah satu pionirnya-- adalah anjuran menggunakan pemahaman
sendiri, dan membuang jauh-jauh pemahaman orang lain yang tidak relevan. Selama
kita masih bergantung kepada pemahaman orang lain, selama itu pula kita tak
akan pernah matang. Dan karenanya, tak akan bisa tercerahkan.
Semboyan pencerahan yang sangat terkenal
adalah “Sapere Aude!” yang berarti “beranilah menggunakan pemahaman Anda
sendiri!” Dengan kata lain, orang yang tidak berani menggunakan pemahamannya
sendiri bukanlah orang yang tercerahkan.
Yang ditekankan dalam pencerahan bukanlah
“menggunakan pemahaman sendiri,” tapi “berani.” Beranikah kita, misalnya,
menggunakan pemahaman kita sendiri terhadap persoalan-persoalan keagamaan yang
kita hadapai sekarang? Beranikah kita menggunakan hasil pemahaman kita sendiri
berhadapan dengan pandangan-pandangan di luar kita? Misalnya berhadapan dengan
Sayyid Qutb, al-Banna, Qardawi, Nabhani, Rashid Ridha, Muhammad bin Abd
al-Wahab, Ibn Taymiyyah, al-Ghazali, Imam Syafii, al-Bukhari, para sahabat, dan
bahkan bisa juga Nabi Muhammad sendiri.
Pencerahan memerlukan kedewasaan dan
kematangan. Orang yang selalu menganggap orang lain lebih besar dan lebih
otoritatif dari dirinya, tak akan pernah bisa dewasa dan tak akan pernah bisa
matang. Hal-hal baru ditemukan bukan dengan mengulang-ngulang pendapat lama,
tapi mencari sendiri pendapat baru secara kreatif. Pengulang-ulangan pendapat
orang lain tak akan membawa seseorang ke mana-mana, kecuali ke masa silam itu
sendiri, yang menjadi rujukannya.
Gerakan pembaruan keagamaan adalah gerakan
pencerahan. Ia seperti gerakan aufklarung di Jerman yang dimotori oleh Kant.
Para pembaru agama adalah orang-orang yang tercerahkan dan orang-orang yang
telah mendapatkan kematangan dirinya.
“Keberanian”
seperti juga “kebebasan.” Ia adalah suatu konsep yang paling sulit diterima
manusia. Karena manusia cenderung menerima apa yang sudah ada, yang sudah jadi.
Sesuatu yang “liar” dan “tanpa batas” adalah sesuatu yang menakutkan.
Karenanya, buat mereka, lebih baik menerima kondisi yang ada, meskipun itu
buruk dan tidak menarik.
Orang-orang yang tercerahkan selalu berpikir
ke depan dan selalu memikirkan kemungkinan yang lebih baik dari kondisi yang
ada. Karena itulah mereka berani menggunakan pemahamannya sendiri dan membuang
jauh-jauh pandangan-pandangan dari masa silam yang tak lagi relevan.
Selama kita masih terus mengulang-ulang
pendapat orang-orang di masa silam dan takut mengemukakan pendapat kita
sendiri, selama itu pula kita tak pernah tercerahkan.
[Luthfi Assyaukanie]
17/05/2004